Senin, 05 November 2012

Perlindungan Konsumen



KASUS
Perlindungan Konsumen sangatlah penting di Indonesia ini, karena sudah banyak kasus – kasus mengenai pelanggaran perlindungan konsumen. Masih banyak konsumen yang tidak mengerti akan hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Demikian pula halnya dengan para pelaku usaha.
            Konsumen sudah melakukan kewajibannya dengan semestinya, namun banyak produsen yang melanggar atau belaku curang sehingga banyak konsumen yang merasa dirugikan. Tidak sedikit konsumen yang melakukan complain terhadap perlakuan curang dari produsen namun konsumen sering kali tidak mendapat penanganan atas complain yang dilakukan konsumen tersebut.
Teori
            Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen sering kali disebabkan karena tingkat pengetahuan hukum dan kesadaran konsumen akan haknya yang masih rendah, kondisi seperti ini oleh pelaku usaha dimanfaatkan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak mengidahkan kewajiban-kewajiban yang sudah seharusnya melekat pada para pelaku usaha. Untuk itu perlu diimbangi dengan adanya upaya perlindungan konsumen terhadap resiko kemungkinan kerugian akibat penggunaan produk (barang atau jasa) melalui upaya pencegahan dari ketidakpastian atas mutu, jumlah dan keamanan. Dan akhirnya, pada tanggal 20 April 1999 pemerintah berhasil mensahkan peraturan perundang-undangan mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Undang-undang tersebut merupakan landasan dasar bagi konsumen Indonesia untuk melindungi dirinya dari tindakan pelaku usaha yang dapat merugikan. Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen, UU PK tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Sebab dengan adanya UU PK, pelaku usaha diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya dengan memperhatikan kepentingan konsumen. Dalam pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan diundangkannya Undang-undang tersebut adalah untuk:
1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
 6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sedangkan asas yang dianut dalam UU PK sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2 adalah:
1.Asas manfaat. Dimaksudkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua belah pihak atau kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya. 
2.Asas keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 
3.Asas keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material ataupun. 
4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Penerapan asas ini diharapkan akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 
5.Asas kepastian hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hokum
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Contoh Kasus Perlindungan Konsumen
Prita Mulyasari, Hak Konsumen Di Perlakukan Tidak Adil

Hari-hari ini kita disibukkan dengan kasus Prita Mulyasari, seorang ibu berusia 32 tahun, yang semula dirawat inap di sebuah rumah sakit swasta bertaraf internasional, namun pelayananannya tidak memuaskannya, karena hasil lab yang memaksanya rawat inap itu tidak dapat dia peroleh. Maka dia curhat ke teman-temannya melalui email, sayang email ini kemudian bocor ke publik melalui milis, dan si ibu Prita ini lalu dituntut oleh Rumah Sakit itu dengan tuduhan pencemaran nama baik, melanggar pasal 310 dan 311 KUHP, dan pasal 27 UU 11/2008 ttg Informasi dan Transaksi Elektronik (“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”) yang dalam pasal 45 UU tersebut diancam dengan penjara 6 tahun dan/atau denda 1 Milyar Rupiah. Karena ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun ini maka si ibu yang malang ini langsung ditahan hingga 3 minggu, dan baru dilepas setelah kasusnya menjadi perhatian publik, bahkan perhatian para capres yang sedang kampanye.

Si ibu yang malang ini semula hanya ingin mengadukan nasibnya sebagai pasien, konsumen layanan medis. Jutaan pasien di negeri ini dalam posisi lemah terhadap dokter dan rumah sakit yang jarang proaktif memberikan informasi yang lengkap kepada pasien, apalagi pilihan tentang jenis obat atau tindakan yang diperlukan pasien. Pasien hanya sekedar menjadi objek, bukan subjek yang memiliki kehendak dan bisa diajak kerjasama memulihkan kesehatannya. Perlakuan dokter atau rumah sakit ini makin menggila jika pasien ditanggung oleh asuransi swasta. Dengan alasan memberi layanan terbaik, maka obat yang termahal pun diberikan, sekalipun mungkin tidak dibutuhkan oleh fisik pasien, atau bahkan dalam jangka panjang bisa merusak organ vital pasien.

Ketika pasien diperlakukan semacam ini, kepada siapa dia akan mengadu? Meski ada UU no 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan telah dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Departemen Perdagangan, namun faktanya tidak banyak masyarakat yang tahu keberadaannya. Akibatnya orang lebih suka mengeluh ke mana saja pihak yang dia percaya: ke LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), ke Komnas HAM, ke DPR, atau menulis surat pembaca ke media massa atau email ke dunia maya. Ini terjadi karena BPKN hanya bertindak setelah ada pengaduan langsung kepadanya. BPKN tidak diwajibkan bertindak proaktif dengan memonitor dunia perdagangan, sekalipun hanya dari surat pembaca di media massa.

Masalahnya, begitu menjadi konsumsi publik, keluhan konsumen ini dapat dengan mudah dibalikkan oleh yang merasa lebih kuat (yaitu produsen) dengan tuduhan pencemaran nama baik. Polisi, Jaksa ataupun Hakim yang menangani pun bisa bertindak tidak profesional, baik karena alasan keyakinan tertentu (yang mungkin mitos), alasan politis maupun alasan kepentingan lain yang terkait dengan pihak yang lebih kuat itu. Maka sang konsumen yang malang tadi tertimpa tangga dua kali: diperlakukan tidak adil dalam transaksi muamalahnya, lalu didzalimi oleh alat negara ketika mencari keadilan.

Analisis kasus

Dalam kasus prita mulya sari di atas,terlihat jelas bahwa lagi lagi kekuatan konsumen lebih lemah jika di bandingkan dangan kekuatan produsen. Dalam kasus ini, prita sebenarnya telah di rugikan oleh produsen (pelaku usaha) pelayan medis.karena dalam kasus ini prita mulya sari juga merupakan sebagai konsumen,sesuai dengan pengertian konsumen pada pasal 1 angka 2 “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Dan pihak rumah sakit adalah merupakan produse (pelaku usaha) sesuai dengan pengertian pelaku usaha pada pasal 1 ayat 3 UUPK “ Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Jadi seharusnya prita mendapat perlindungan sebagai konsumen jika di kaitkan dengan UUPK. Sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 19 UUPK tentang kewajiban pelaku usaha bukan masalah sebaliknya pelaku usaha dalam hal ini rumah sakit malah menuntut prita. Jadi jelas bahwa UUPK ini belum bisa sejalan dengan kenyataan.


Solusi yang harus dilakukan para pelaku usaha :
1.      Menjadikan etika sebagai pedoman dalam melakukan perdagangan
2.   Menaati undang-undang yang berlaku agar tidak melakukan tindakan kecurangan atas barang/jasa yang dijualnya.
3.      Berlaku adil terhadap konsumen dan melindungi konsumen karena konsumen adalah segala-galanya.
Solusi yang harus dilakukan oleh konsumen:
1.      Teliti dalam melakukan tindakan pembelian
2.      Mencaritahu informasi atas barang/jasa yang akan digunakan.
3.      Melihat terlebih dahulu tanggal kadaluarsa pada kemasan makanan.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar