KASUS
Perlindungan Konsumen
sangatlah penting di Indonesia ini, karena sudah banyak kasus – kasus mengenai
pelanggaran perlindungan konsumen. Masih banyak konsumen yang tidak mengerti
akan hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Demikian pula halnya dengan
para pelaku usaha.
Konsumen
sudah melakukan kewajibannya dengan semestinya, namun banyak produsen yang
melanggar atau belaku curang sehingga banyak konsumen yang merasa dirugikan.
Tidak sedikit konsumen yang melakukan complain terhadap perlakuan curang dari
produsen namun konsumen sering kali tidak mendapat penanganan atas complain
yang dilakukan konsumen tersebut.
Teori
Faktor
utama yang menjadi kelemahan konsumen sering kali disebabkan karena tingkat
pengetahuan hukum dan kesadaran konsumen akan haknya yang masih rendah, kondisi
seperti ini oleh pelaku usaha dimanfaatkan untuk meraup keuntungan
sebesar-besarnya dengan tidak mengidahkan kewajiban-kewajiban yang sudah
seharusnya melekat pada para pelaku usaha. Untuk itu perlu diimbangi dengan
adanya upaya perlindungan konsumen terhadap resiko kemungkinan kerugian akibat
penggunaan produk (barang atau jasa) melalui upaya pencegahan dari
ketidakpastian atas mutu, jumlah dan keamanan. Dan akhirnya, pada tanggal 20
April 1999 pemerintah berhasil mensahkan peraturan perundang-undangan mengenai
hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Undang-undang tersebut merupakan
landasan dasar bagi konsumen Indonesia untuk melindungi dirinya dari tindakan
pelaku usaha yang dapat merugikan. Meskipun ditujukan untuk melindungi
kepentingan konsumen, UU PK tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Sebab
dengan adanya UU PK, pelaku usaha diharapkan lebih termotivasi untuk
meningkatkan daya saingnya dengan memperhatikan kepentingan konsumen. Dalam
pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan diundangkannya Undang-undang tersebut
adalah untuk:
1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
2.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6.Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sedangkan asas yang dianut dalam UU PK sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2
adalah:
1.Asas manfaat. Dimaksudkan dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya kepada kedua belah pihak atau kedua belah pihak harus
memperoleh hak-haknya.
2.Asas keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi
seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
3.Asas keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti material ataupun.
4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Penerapan
asas ini diharapkan akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5.Asas kepastian hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku
usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hokum
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Contoh
Kasus Perlindungan Konsumen
Prita Mulyasari, Hak Konsumen Di
Perlakukan Tidak Adil
Hari-hari
ini kita disibukkan dengan kasus Prita Mulyasari, seorang ibu berusia 32 tahun,
yang semula dirawat inap di sebuah rumah sakit swasta bertaraf internasional,
namun pelayananannya tidak memuaskannya, karena hasil lab yang memaksanya rawat
inap itu tidak dapat dia peroleh. Maka dia curhat ke teman-temannya melalui
email, sayang email ini kemudian bocor ke publik melalui milis, dan si ibu
Prita ini lalu dituntut oleh Rumah Sakit itu dengan tuduhan pencemaran nama
baik, melanggar pasal 310 dan 311 KUHP, dan pasal 27 UU 11/2008 ttg Informasi
dan Transaksi Elektronik (“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”) yang dalam pasal 45 UU tersebut
diancam dengan penjara 6 tahun dan/atau denda 1 Milyar Rupiah. Karena ancaman
hukumannya lebih dari 5 tahun ini maka si ibu yang malang ini langsung ditahan
hingga 3 minggu, dan baru dilepas setelah kasusnya menjadi perhatian publik,
bahkan perhatian para capres yang sedang kampanye.
Si
ibu yang malang ini semula hanya ingin mengadukan nasibnya sebagai pasien,
konsumen layanan medis. Jutaan pasien di negeri ini dalam posisi lemah terhadap
dokter dan rumah sakit yang jarang proaktif memberikan informasi yang lengkap
kepada pasien, apalagi pilihan tentang jenis obat atau tindakan yang diperlukan
pasien. Pasien hanya sekedar menjadi objek, bukan subjek yang memiliki kehendak
dan bisa diajak kerjasama memulihkan kesehatannya. Perlakuan dokter atau rumah
sakit ini makin menggila jika pasien ditanggung oleh asuransi swasta. Dengan
alasan memberi layanan terbaik, maka obat yang termahal pun diberikan,
sekalipun mungkin tidak dibutuhkan oleh fisik pasien, atau bahkan dalam jangka
panjang bisa merusak organ vital pasien.
Ketika
pasien diperlakukan semacam ini, kepada siapa dia akan mengadu? Meski ada UU no
8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan telah dibentuk Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN) di Departemen Perdagangan, namun faktanya tidak banyak
masyarakat yang tahu keberadaannya. Akibatnya orang lebih suka mengeluh ke mana
saja pihak yang dia percaya: ke LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI), ke Komnas HAM, ke DPR, atau menulis surat pembaca ke media massa atau
email ke dunia maya. Ini terjadi karena BPKN hanya bertindak setelah ada
pengaduan langsung kepadanya. BPKN tidak diwajibkan bertindak proaktif dengan
memonitor dunia perdagangan, sekalipun hanya dari surat pembaca di media massa.
Masalahnya,
begitu menjadi konsumsi publik, keluhan konsumen ini dapat dengan mudah
dibalikkan oleh yang merasa lebih kuat (yaitu produsen) dengan tuduhan
pencemaran nama baik. Polisi, Jaksa ataupun Hakim yang menangani pun bisa
bertindak tidak profesional, baik karena alasan keyakinan tertentu (yang
mungkin mitos), alasan politis maupun alasan kepentingan lain yang terkait
dengan pihak yang lebih kuat itu. Maka sang konsumen yang malang tadi tertimpa
tangga dua kali: diperlakukan tidak adil dalam transaksi muamalahnya, lalu
didzalimi oleh alat negara ketika mencari keadilan.
Analisis kasus
Dalam
kasus prita mulya sari di atas,terlihat jelas bahwa lagi lagi kekuatan konsumen
lebih lemah jika di bandingkan dangan kekuatan produsen. Dalam kasus ini, prita
sebenarnya telah di rugikan oleh produsen (pelaku usaha) pelayan medis.karena
dalam kasus ini prita mulya sari juga merupakan sebagai konsumen,sesuai dengan
pengertian konsumen pada pasal 1 angka 2 “Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”. Dan pihak rumah sakit adalah merupakan produse (pelaku usaha)
sesuai dengan pengertian pelaku usaha pada pasal 1 ayat 3 UUPK “ Pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Jadi
seharusnya prita mendapat perlindungan sebagai konsumen jika di kaitkan dengan
UUPK. Sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 19 UUPK tentang kewajiban pelaku
usaha bukan masalah sebaliknya pelaku usaha dalam hal ini rumah sakit malah
menuntut prita. Jadi jelas bahwa UUPK ini belum bisa sejalan dengan kenyataan.
Solusi yang harus dilakukan para
pelaku usaha :
1.
Menjadikan etika sebagai pedoman
dalam melakukan perdagangan
2.
Menaati undang-undang yang berlaku
agar tidak melakukan tindakan kecurangan atas barang/jasa yang dijualnya.
3.
Berlaku adil terhadap konsumen dan
melindungi konsumen karena konsumen adalah segala-galanya.
Solusi yang harus dilakukan oleh
konsumen:
1.
Teliti dalam melakukan tindakan
pembelian
2.
Mencaritahu informasi atas
barang/jasa yang akan digunakan.
3.
Melihat terlebih dahulu tanggal
kadaluarsa pada kemasan makanan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar