pengertian good governance
Pemerintahan yang baik. Cita negara
berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society.
Dengan demikian, pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan
pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan
melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan
menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat dan sebagai fasilitator yang baik.
Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi
lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feedback dan
meningkatkan peran serta masyarakat.
Dalam konteks lain (hukum),
Pemerintahan yang baik merupakan suatu asas yang dikenal sebagai Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik, yang merupakan jembatan antara norma hukum dengan norma
etika.
2 prinsip-prinsip good governance
Kunci utama memahami good governance
adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari
prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan.
Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini,
prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di
bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai
suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Prinsip partisipasi mendorong setiap
warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Menurut Jewell & Siegall (1998:
67) partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi di dalam semua kegiatan
organisasi. Di lain pihak Handoko (1998: 31) menyatakan partisipasi merupakan
tindakan ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di
dalam organisasi.
Partisipasi bermaksud untuk menjamin
agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam
rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan
saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur
komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian
pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat
adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme
konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
Instrumen dasar partisipasi adalah
peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah
pedoman-pedoman pemerintahan partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian
pendapat dalam segala proses perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan
strategi pembangunan, tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan
dan pemantauan.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
67) good governance digunakan untuk melihat partisipasi melalui:
Tingkat kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan
daerah, tingkat kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk
pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih
peduli terhadap setiap langkah pemb
2. Tegaknya Supremasi Hukum
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Penegakan hukum adalah pelaksanaan
semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu
(Satrio, 1996: 92). Prinsip penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan hukum
yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Berdasarkan kewenangannya,
pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan
berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di samping itu
pemerintah daerah perlu mengupayakan peraturan daerah yang bijaksana dan
efektif, serta didukung penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah daerah,
DRPD maupun masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan
KKN.
Instrumen dasar penegakan hukum
adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik terhadap
penegakan hukum maupun keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan
dan kejaksaan), sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan dan
fasilitas ombudsman.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
68) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur penegakan hukum, yaitu:
Berkurangnya praktek KKN dan
pelanggaran hukum, meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses penegakan
hukum, berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law) dan adanya
kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sebagai pembela kebenaran.
Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan atas
semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Notodisoerjo, 2002:
129). Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Informasi adalah suatu kebutuhan
penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan
dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi
lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti
melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal.
Pemerintah
daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan
informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses
masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara
mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur
pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dari transparansi
adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, sedangkan
instrumen-instrumen pendukung adalah fasilitas database dan sarana
informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk dan
informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
68) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur transparansi, yaitu:
Bertambahnya wawasan dan pengetahuan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkat-nya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dan berkurangnya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok
masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Kesetaraan adalah perlakuan yang
sama kepada semua unsur tanpa memandang atribut yang menempel pada subyek
tersebut (Prasetya, 2001: 78). Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Informasi adalah suatu kebutuhan
penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan
dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi
lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti
melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta
televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang
cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi
yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia,
bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta
prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dari transparansi
adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, sedangkan
instrumen-instrumen pendukung adalah fasilitas database dan sarana
informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk dan
informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
69) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kesetaraan, yaitu:
Bertambahnya wawasan dan pengetahuan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dan berkurangnya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.
7. Efektifitas dan
EfisiensiProses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
Efisiensi berkaitan dengan
penghematan keuangan, sedangkan efektivitas berkaitan dengan ketepatan cara
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Handoko, 1998: 23). Prinsip ini
menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber
daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab. Pelayanan masyarakat
harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan didukung mekanisme penganggaran
serta pengawasan yang rasional dan transparan. Lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang jasa pelayanan umum harus menginformasikan tentang biaya dan jenis
pelayanannya. Untuk menciptakan efisiensi harus digunakan teknik manajemen
modern untuk administrasi kecamatan dan perlu ada desentralisasi kewenangan
layanan masyarakat sampai tingkat keluruhan/desa.
Instrumen dasar dari efisiensi dan
efektivitas adalah komitmen politik sedangkan instrumen pendukungnya adalah
struktur pemerintahan yang sesuai kepentingan pelayanan masyarakat, adanya
standar-standar dan indikator kinerja untuk menilai efektivitas pelayanan,
pembukuan keuangan yang memungkinkan diketahuinya satuan biaya, dan adanya
survei-survei kepuasan konsumen.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
71) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi dan
efektivitas, yaitu:
Efisiensi:
Meningkatnya kesejahteraan dan nilai
tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya penyimpangan pembelanjaan,
berkurangnya biaya operasional pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan.
Dilakukannya swastanisasi dari pelayanan masyarakat.
Efektivitas:
Meningkatnya masukan dari masyarakat
terhadap penyimpangan (kebocoran, pemborosan, penyalahgunaan wewenang, dan
lain-lain) melalui media massa dan berkurangnya penyimpangan
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan
semua tindakan dan kebijakan yang telah ditempuh (Mardiasmo, 2001: 251).
Prinsip ini mengandung makna meningkatkan akuntabilitas para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami kebijakan yang
diambil harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja
secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu
diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan
harus diberi sanksi.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah
peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan
akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan
instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem
pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.
Menurut Jeff dan Shah (1998:
70) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas, yaitu:
Meningkatnya kepercayaan dan
kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat,
meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan
berkurangnya kasus-kasus KKN.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat
memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang
baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan
untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut.
3 fungsi penting good
governance dsalam kehidupan bernegara
1.
Efektivitas yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai, Sistem, Proses
bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi rusahaan yang bertujuan untuk
mendukung dan mendorong pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan
resiko secara lebih efektif dan efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang
saham dan stakeholders lainnya.
2.
Seperangkat prinsip, kebijakan dan sistem manajemen perusahaan yang diterapkan
bagi terwujudnya operasional perusahaan yang efisien, efektif dan profitable
dalam menjalankan organisasi dan bisnis perusahaan untuk mencapai sasaran
strategis yang memenuhi prinsip-prinsip praktek bisnis yang baik dan
penerapannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, peduli terhadap lingkungan
serta dilandasi oleh nilai-nilai sosial budaya yang tinggi.
3.
Seperangkat peraturan dan ataupun sistem yang mengarahkan kepada pengendalian
perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan
(Pemerintah, Pemegang saham, Pimpinan perusahaan dan Karyawan) dan bagi
perusahaan itu sendiri
4 Rukundan Pilar Good Governance
rukun-rukunnya adalah:
1. Pertanggungjawaban
(responsibility).
Tanggung jawab perusahaan tidak
hanya diberikan kepada pemegang saham juga kepada stake holder.
2. Transparansi (transparency)
perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan.
3. Akuntabilitas (accountability)
Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar
4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness )
4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness )
Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
5. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas
GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain.
pilar-pilarnya:
Good Governance hanya bermakna bila
keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis
lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1. Negara
a. Menciptakan kondisi politik,
ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif
dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang
efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan
standar keselamatan publik
2. Sektor Swasta
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja
c. Menyediakan insentif bagi
karyawan
d. Meningkatkan standar hidup
masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan
tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi
pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat
terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances
pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan
kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar
anggota masyarakat
5.Agenda Good Governance
Good Governance sebagai suatu
gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik.
Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas
tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk
kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa
saat ini, yang meliputi:
1. Agenda Politik
Masalah politik seringkali menjadi
penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang
demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis
politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan
sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan
pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:
a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber
hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus
dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan
presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian
lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal
tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan Undang-Undang Politik
dan Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan
keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan
d. Mempercepat penghapusan peran
sosial politik TNI
e. Penegakan supremasi hokum
2. Agenda Ekonomi
Krisis ekonomi bisa melahirkan
berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis
ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera
berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera
ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi
di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang
paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a. Agenda Ekonomi Teknis
Otonomi Daerah. Pemerintah dan
rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi
daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang
optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi
daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk
strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan
daerah.
Sektor Keuangan dan Perbankan.
Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya
untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya
mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama;
tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih diperlukan
kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh bankir
nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger atau
akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket guarantee
perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong pasar
modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya
penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan
aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.
Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat.
Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini
praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah,
yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan
yang komprehensif menuju Indonesia baru.
b. Agenda Pengembalian Kepercayaan
Hal-hal yang diperlukan untuk
mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah
kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum
bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah,
integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan
program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang
kuat.
3. Agenda Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good
governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini
juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan.
Sebaliknya, pada masyarakat yang
masih belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial
di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil
kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan
good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial
yang sedang dihadapi.
Masalah sosial yang cukup krusial
dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai
kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai
pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan
komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti
pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang
harus segera mendapatkan solusi yang memadai.
Oleh karena itu masyarakat bersama
pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang
menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat
dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban
konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak
sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala
bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam
penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan
berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat
dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum
yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum
merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Sementara itu posisi dan peran hukum
di Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih
dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian
ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
Untuk memulihkan kembali kepercayaan
masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan
langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Reformasi Konstitusi Konstitusi
merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata
kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang
oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.
b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.
b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.
c. Pemberantasan KKN KKN merupakan
penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas
KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif)
dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan
cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open
government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati
perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas
tidak dipenuhi secara memadai.
Sedangkan upaya penanggulangan
(setelah korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan
Independen Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan
kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus
untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik
secara penuh.
d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah
dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai
lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah,
pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya
alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan
integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu
ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan
tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi
yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.
e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan
Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka
diperlukan proses percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara
partisipatif. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai
tanah ulayat adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di
lingkungan dan milik mereka sendiri.
f. Pemberdayaan Eksekutif,
Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan
daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan
daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi
melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim
pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya
gubernur, bupati/walikota.
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat
6. asas -asas umum pemerintahan yang
baik
6.1 AUPB di Indonesia
6.1 AUPB di Indonesia
- asas persamaan: Hal-hal yang sama harus iperlakukan sama.
- asas kepercayaan: legal expectation, harapan-harapan yang ditimbulkan (janji-janji, keterangan-keterangan , aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana ) sedapat mungkin hrs dipenuhi.
- asas kepastian hukum: asas ini menghendaki agar hak yang telah di peroleh oleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi Negara haruslah di hormati ,sehingga kedudukan dan kepentingan memiliki kepastian hokum , secara materiil menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan dan mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang berkepentingan (kecuali karena 4 hal: dipaksa oleh keadaan, tapi didasarkan kekeliruan, tapi berdasarkan keteragnan yang tidak benar, syarat tapi tidak ditaati); secara formil ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
- Asas keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai.
- Asas kesamaan adalah : asas yang menentukan bahwa setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hokum dan pemerintah
- Asas bertindak cermat adalah asasyang menghendaki agar administrasi Negara senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga Negara
- Asas motivasi adalah asas dimana alasan-alasan untuk melaksanakan pengawasan harus dapat mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan dan keputusan itu harus dimotivasi kepada masyarakat luas
- Asas jangan mencampur adukkan kewenangan adalah : asas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan pejabat administrasi Negara tidak menggunakan kewenangan atau kekuasaannya diluar maksud sebenarnya
- Asas permainan yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnyanya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil
- Asas keadilan atau kewajaran adalah asas ini menghendaki agar dalam melakukan tindakan pemerintah tidak berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak layak
- Asas menanggapi pengharapan yang wajar adalah asasini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yng berkepentingan
- Asas meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada kerugian, maka pihak yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan rehabilitasi.
- Asas perlindungan pandangan hidup pribadi: setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup pribadinya dengan batas Pancasila
- Asas kebijaksanaan:Pemerintah berhak untuk membuat kebijaksanaan demi kepentingan umum
- Asas pelaksanaan kepentingan umum adalah asas ini menghendaki atas pelaksanaan pembangunan kepentingan bangsa dan Negara dan atau kepentingan masyarakat luas
6.2 PEMBAGIAN ASAS-ASAS PEMERINTAHAN
YANG BAIK MENURUT PARA AHLI HUKUM
- Burg dan Burkens membagi asas-asas sebagai berikut:
1.
asas-asas formal yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan.
Antara lain, asas kecermatan formal dalam arti persiapan yang cermat,
asas fair play, dll;
2.
asas-asas formal yang berhubungan dengan perumusan suatu penetapan. Antara
lain, asas pemberian dasar pertimbangan;
3.
asas-asas materiil yang berhubungan dengan isi penetapan. adalah:
kepastian hukum materiil (tidak berlaku surut yg merugikan para pihak jika
diadakan perubahan atau pencabutan penetapan), asas kepercayaan (asas penumbuhan
harapan), asaskesamaan, kecermatan secara materiil,asas keseimbangan.
6.2.1. ASAS-ASAS FORMAL
- Mr. MJS Korteweg-Wiers CS, menyebut asas formal adalah:
1.
persiapan yang cermat;
2.
fair play;
3.
detournement de procedure;
4.
kewajiban memberi dasar pertimbangan;
5.
kepastian hukum.
6.2.3 ASAS-ASAS MATERIIL
- Korteweg-Wiers, memasukkan asas-asas materiil, sebagai berikut:
1. kepastian hukum secara materiil;
2. asas kepercayaan;
3. asas kesamaan;
4. detournement de pouvoir;
5. asas keseimbangan;
6. kecermatan materiil;
7. larangan untuk melakukan tindakan
sewenang-wenang.
6.3 ASAS-ASAS
PEMERINTAHAN MENURUT HUKUM (RECHTMATIG BESTUUR)
- Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H., merumuskan asa pemerintwhan menurut hukum (rchtmatig bestuur), khususnya menyangkut penerbitan keputusan tata usaha negara, sebagai berikut:
1.
asas bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (wetmatigheid).
Kesesuaian tersebut menyangkut wewenang, prosedur, dan substansi keputusan;
2.
asas “tidak menyalahgunakan wewenang untuk tujuan lain”(larangan
detournement de pouvoir);
3.
asas bertindak rasional, wajar atau dapat dirumuskan sebagai asas “tidak
bertindak sewenang-wenang”;
Contoh kasus pelanggaran GCG
The Exxon Valdez dari sudut pandang Good Corporate Governance
Good
Corporate Governance adalah merupakan: Suatu struktur yang mengatur pola
hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan
Para Stakeholder lainnya. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang:
pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaanSuatu
proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya. Untuk itu dalam setiap perusahaan diharapkan dalam
menjalankan sebuah bisnis dan atau kegiatan usahanya harus sesuai dengan
asas-asas dari Good Corporate Governance. Asas-Asas Good Corporate Governance
yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, idependensi, serta
kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder).
Perusahaan dapat dikatakan lebih baik apabila seseuai dengan asas Good Corporate Governance. Dalam kasus The Exxon Valdez ada beberapa pelanggaran terkait dengan asas Good Corporate Governance yang di langgar oleh perusahaan-perusahaan atau pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Perusahaan atau pihak yang terlibat yang pertama yang menurut kami tidak sesuai dengan asas Good Corporate Governance adalah The Coast Guard. Dalam kasus The Exxon Valdez, The Coast Guard tidak sesuai dengan asas-asas Good Corporate Governance dalam menjalankan usahanya. The Coast Guard melanggar/tidak sesuai dengan asas akuntabilitas.
Akuntabilitas merupakan prinsip dasar yang setiap perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. The Coast Guard melanggar asas Akuntabilitas karena pada saat kejadiaan tidak ada satupun penjaga pantai yang merupakan tugas dan tanggung jawab The Coast Guard. Penjaga radar yang merupakan bagian dari The Coast Guard juga tidak bertugas sebagaimana mestinya, pada saat kejadian penjaga radar tersebut malah sedang mencari secangkir kopi. Selain itu pula tugas The Coast Guard untuk memandu kapal tanker keluar dari selat tidak dilakukan.
Asas resposibilitas yaitu perusahaan mematuhi peraturan perundangan-perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. The Coast Guard juga melanggar/tidak sesuai dengan asas responsibilitas karena dalam kasus ini diceritakan bahwa radar yang digunakan The Coast Guard sudah ketinggalan zaman dan proposal untuk kapal pemandu tidak diajukan atau ditarik kembali.
Perusahaan atau pihak selanjutnya yang tidak sesuai dengan asas-asas Good Corporate Governance adalah perusahaan minyak Exxon. Exxon dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak sesuai dengan asas akuntabilitas karena Exxon memperkerjakan kapten yang tidak mempunyai izin dan pada saat kejadian kapten kapal tanker Exxon valdez kedapatan sedang mabuk.
Perusahaan atau pihak yang terkait yang terakhir yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang tidak sesuai dengan asas Good Corporate Governance adalah Alyeska. Alyeska ini adalah sebuah konsorsium perusahaan minyak. Dalam kasus ini Alyeska bertanggung jawab untuk membersihkan minyak yang tumpah di Prince William Sound. Alyeska berjanji akan menyelesaikan masalah kapal dalam waktu lima setengah jam dan membersihkan setengah dari 200.000 barel minyak yang tumpah dalam waktu 72 jam, namun semua itu hanya “fiksi”. Dalam waktu 3 hari hanya bisa membersihkan 3000 barel. Fakta tersebut menjelaskan secara eksplisit maupun implisit bahwa Alyeska dalam melaksanakan kegiatannya tidak sesuai dengan asas responsibilitas dan asas akuntabilitas.
Perusahaan dapat dikatakan lebih baik apabila seseuai dengan asas Good Corporate Governance. Dalam kasus The Exxon Valdez ada beberapa pelanggaran terkait dengan asas Good Corporate Governance yang di langgar oleh perusahaan-perusahaan atau pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Perusahaan atau pihak yang terlibat yang pertama yang menurut kami tidak sesuai dengan asas Good Corporate Governance adalah The Coast Guard. Dalam kasus The Exxon Valdez, The Coast Guard tidak sesuai dengan asas-asas Good Corporate Governance dalam menjalankan usahanya. The Coast Guard melanggar/tidak sesuai dengan asas akuntabilitas.
Akuntabilitas merupakan prinsip dasar yang setiap perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. The Coast Guard melanggar asas Akuntabilitas karena pada saat kejadiaan tidak ada satupun penjaga pantai yang merupakan tugas dan tanggung jawab The Coast Guard. Penjaga radar yang merupakan bagian dari The Coast Guard juga tidak bertugas sebagaimana mestinya, pada saat kejadian penjaga radar tersebut malah sedang mencari secangkir kopi. Selain itu pula tugas The Coast Guard untuk memandu kapal tanker keluar dari selat tidak dilakukan.
Asas resposibilitas yaitu perusahaan mematuhi peraturan perundangan-perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. The Coast Guard juga melanggar/tidak sesuai dengan asas responsibilitas karena dalam kasus ini diceritakan bahwa radar yang digunakan The Coast Guard sudah ketinggalan zaman dan proposal untuk kapal pemandu tidak diajukan atau ditarik kembali.
Perusahaan atau pihak selanjutnya yang tidak sesuai dengan asas-asas Good Corporate Governance adalah perusahaan minyak Exxon. Exxon dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak sesuai dengan asas akuntabilitas karena Exxon memperkerjakan kapten yang tidak mempunyai izin dan pada saat kejadian kapten kapal tanker Exxon valdez kedapatan sedang mabuk.
Perusahaan atau pihak yang terkait yang terakhir yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang tidak sesuai dengan asas Good Corporate Governance adalah Alyeska. Alyeska ini adalah sebuah konsorsium perusahaan minyak. Dalam kasus ini Alyeska bertanggung jawab untuk membersihkan minyak yang tumpah di Prince William Sound. Alyeska berjanji akan menyelesaikan masalah kapal dalam waktu lima setengah jam dan membersihkan setengah dari 200.000 barel minyak yang tumpah dalam waktu 72 jam, namun semua itu hanya “fiksi”. Dalam waktu 3 hari hanya bisa membersihkan 3000 barel. Fakta tersebut menjelaskan secara eksplisit maupun implisit bahwa Alyeska dalam melaksanakan kegiatannya tidak sesuai dengan asas responsibilitas dan asas akuntabilitas.
Analisis :
1. The
Coast Guard melanggar asas Akuntabilitas karena pada saat kejadiaan tidak ada
satupun penjaga pantai yang merupakan tugas dan tanggung jawab The Coast Guard.
Penjaga radar yang merupakan bagian dari The Coast Guard juga tidak bertugas
sebagaimana mestinya, pada saat kejadian penjaga radar tersebut malah sedang
mencari secangkir kopi. Selain itu pula tugas The Coast Guard untuk memandu
kapal tanker keluar dari selat tidak dilakukan
2. Asas
resposibilitas yaitu perusahaan mematuhi peraturan perundangan-perundangan yang
berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
The Coast Guard juga melanggar/tidak sesuai dengan asas responsibilitas karena
dalam kasus ini diceritakan bahwa radar yang digunakan The Coast Guard sudah
ketinggalan zaman dan proposal untuk kapal pemandu tidak diajukan atau ditarik
kembali.
3. Perusahaan
atau pihak selanjutnya yang tidak sesuai dengan asas-asas Good Corporate
Governance adalah perusahaan minyak Exxon. Exxon dalam melaksanakan kegiatan
usahanya tidak sesuai dengan asas akuntabilitas karena Exxon memperkerjakan
kapten yang tidak mempunyai izin dan pada saat kejadian kapten kapal tanker
Exxon valdez kedapatan sedang mabuk.
4.
Perusahaan atau pihak yang
terkait yang terakhir yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang tidak
sesuai dengan asas Good Corporate Governance adalah Alyeska. Alyeska ini adalah
sebuah konsorsium perusahaan minyak.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar